Selasa, 02 Oktober 2012

PERUBAHAN UU DI NEGERI BELANDA



PERUBAHAN PERUNDANG – UNDANGAN DI NEGERI BELANDA YANG DENGAN ASAS KONKORDANSI DIBERLAKUKAN PULA DI INDONESIA
KUHAP yang dianggap sebagai produk nasional, merupakan penerusan pula asas – asas hukum acara pidana yang ada dalam HIR ataupun Ned strafvordering 1926 yang lebih modern. Pada Bab I dikemukakan asas – asas hukum acara pidana yang terdapat dalam KUHAP yang seluruhnya terdapat pula pada Nev. Sv.
Kita terbawa oleh arus kepada perubahan penting perundang – undangan di negeri Belanda pada tahun 1838, pada waktu mana mereka baru saja terlepas dari penjajahan Prancis.
Pada waktu itu, golongan logis yaitu yang memandang bahwa semua peraturan hukum seharusnya dalam bentuk undang – undang sangat kuat. Berlaku ketentuan pada waktu itu bahwa kelaziman – kelaziman tidak merupakan hukum, kecuali bilamana kelaziman tersebuit ditunjuk dalam undang – undang (aturan hukum yang tertulis dan terbuat dengan sengaja)
Sebelum itu, VOC pada tahun 1747 telah mengatur organisasi peradilan pribumi di pedalaman, yang langsung memikirkan tentang “Javasche wetten” (undang – undang Jawa). Hal itu diteruskan pula oleh Daendels dan Raffles untuk menyelami hukum adapt sepanjang pengetahuannya. Tetapi dengan kejadian di negeri Belanda itu maka usaha ini ditangguhkan
Mr. H.L. Wichers seorang legis yang berasal dari Groningen. Pada waktu masih di Belanda ia mempelajari rancangan Panitia Scholten. Ia berpengalaman sebagai bekas jaksa dan anggota dewan pertimbangan agung. Ia berangkat ke Hindia Belanda pada bulan Mei 1846
Tiga pekerjaan utama yang ;diselesaikan selama satu setengah tahun, yaitu pertama peraturan mengenai peradilan, kedua mengwnai perbaikan kitab undang-undang yang telah ditetapkan itu, dan ketiga pertimbangan tentang berlakunya hukum Eropa untuk orang Timur.
Isi dari firman Raja tanggal 16 Mei 1846 Nomor 1 yang diumumkannya di Indonesiadengan Sbld 1847 Nomor 23 yang terepenting ialah yang tersebut Pasal 1 dan Pasal 4.
Peraturan – peraturan hukum yang dibuat untuk “Hindia Belanda” yaitu sebagai berikut.
Ketentuan Umum tentang Perundang – Undangan; (AB).

Peraturan tentang Susunan Pengadilan dan Kebijaksanaan Pengadilan (RO).

Kitaab Undang – Undang Hukum Perdata (BW).

Kitab Undang – Undang Hukum Dagang (WvK)

Ketentuan – ketentuan tentang kejahatan yang dilakukan pada kesempatan jatuh pailit dan terbukti tidak mampu, begitu pula kala diadakan penangguhan pembayaran utang (Pasal 1)
Peraturan acara perdata untuk (Hooggerechtshof dan Raad van Justitie).
Peraturan tata usaha kepolisian, beserta pengadilan sipil dan penuntutan perkara criminal mengenai golongan Bumiputra dan orang – orang yang dipersamakan (Pasal 4).
Yang disebut belakangan in yang disebut reglement op de uitofening van de politie, de burgelijke rechtspleging en de strafvordering onder de Inlanders en de Oosterlingen of Java en Madoera.
INLANDS REGLEMENT KEMUDIAN HERZIENE INLANDS REGLEMENT
Salah satu peraturan yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848 berdasarkan pengumuman Gubenur Jendral tanggal 3 Desember 1847 Sbld Nomor 57 ialah Inlands Reglement atau didingkat IR.
Reglement tersebut berisi acara perdata dan acara pidana. Mr. H.L. Wichers tidak mengalami kesulitan dalam hal penyusunan bagian acara pidana, karena ia mengambil sebagian besar dari reglement op de Strafvordering untuk Raad van Justitie. Mengenai rancangan itu Procureur Generaal (Jaksa Agung Hindia Belanda) pada waktu itu yaitu Mr. Hultman berpendapat bahwa itu terlalu sulit untuk dilaksanakan, sehingga nanti mengakibatkan bertimbunnya pekerjaan openbaar ministerie (penuntut umum) dan juga bagi Procureur Generaal.
Gubernur Jenderal Rochussen sendiri masih khawatir tentang diberlakukannya reglemen tersebut bagi orang Bumiputra, jangan – jangan terlampau jauh memasuki kehidupan mereka, sehingga reglement tersebut masih dipandang sebagai percobaan.
Menurut Supomo, Mr. Wichers ini penganjur politik pendesakan hukum adat secara sistematis serta berangsur – angsur oleh hukum Eropa. Akan tetapi Gubenur Genderal tidak menyetujuinya. Ia beranggapan bahwa perombakan atau pemecahan masyarakat Jawa itu berbahaya dan tidak politis, selama belum dapat dibentuk masyarakat lain yang tetap sentosa sebagai penggantinya dan yang terakhir ini tidak dapat dikira – kirakan selama orang Bumiputra itu tetap beragama Islam dan bukan Kristen
Mr. Wichers mengadakan beberapa perbaikan atas anjurannya Gubenur Jendral , dan diumumkan pada tanggal 5 April 1848, Sbld Nomor 16, dan dikuatkan dengan firman Raja tanggal 29 September 1849 Nomor 93, diumumkannya dalam Sbld 1849 Nomor 63.
Reglement tersebut beberapa kali diubah dan diumumkankembali dengan Sbld 1926 Nomor 559 jo. 496. Sesudah tahun 1926 masih diadakan perubahan, yang terpenting ialah yang diumumkan dengan Sbld1941 Nomor 32 jo. 98.
Dengan Sbld 1941 Nomor 44 diumumkan kembali dengan nama Herziene Inlands Reglement atau HIR. Yang terpenting dari perubahan IR menjadi HIR ialah dengan perubahan itu dibentuk lembaga openbaar ministerie atau penuntut umum, yang dahulu ditempatkan di bawah pamong praja. Dengan perubahan ini maka Openbaar Ministerie (OM) atau Perket itu secara bulatdan tidak terpisah – pisahkan (een en ondeelbaar) berada di bawah Officiervan Justitie dan Procureur Generaal.
Dalam Praktek, IR masih berlaku di samping HIR di Jawa dan Madura. HIR berlaku di kota – kota besar seperti Jakarta (Batavia), Semarang, Surabaya, Malang, dan lain – lain, sedangkan dikota – kota lain berlaku IR.
Untuk golongan Bumiputra, selain yang telah disebut dimuka masih ada pengadilan lain seperti districgerecht, regentschapsgerecht, dan luar Jawa dan Madura terdapat magistraatsgerecht menurut ketantuan Reglement Buitengewesten yang memutus perkara yang kecil.
Sebagai pengadilan yang tertinggi meliputi seluruh “Hindia Belanda”, ialah Hooggerechtshof yang putusan – putusan disebut arrest. Tugas diatur dalam Pasal 158 Indische Staatsregeling dan RO.

HUKUM ACARA PIDANA



RESUME Mata Kuliah
Hukum Acara Pidana
 
 (Hukum Acara Pidana Indonesia Prof. DR. Andi Hamzah, S.H.)
ACARA PIDANA SEBELUM ZAMAN KOLONIAL
Pada waktu penjajah Belanda datang pertama kali di Indonesia telah tercipta hukum yang lahir dari masyarakat tradisional sendiri yang kemudian disebut Hukum Adat. Pada masa primitive  pertumbuhan hukum, yang dalam dunia modern dipisahkan dalam hukum privat dan hukum public, tidak membaadakan kedua bidang hukum itu.
Hukum Acara perdata tidak terpisah dari Hukum Acara Pidana. Tuntutan Perdata dan tuntutan pidana merupakan suatu kesatuan, termasuk lembaga – lembaganya.
Supomo menunjukan bahwa pandangan rakyat Indonesia terhadap alam semesta adalah suatu totalitas yaitu bahwa Manusia beserta makhluk lain dan Lingkungannya merupakan suatu kesatuan, alam gaib dan alam nyata tidak dipisahkan. Sehingga yang paling utama adalah keseimbangan dan keharmonisan antara satu dengan yang lainnya. Segalanya perbuatan yang menggangu keseimbangan itu merupakan pelanggaran hukum (adat).
Hazairin dalam tulisannya berjudul “Negara tanpa penjara” dalam Tiga Serangkai Tentang Hukum menulis bahwa dalam masyarakat tradisional Indonesia tidak ada pidana penjara.
Hukum pembuktian pada masyarakat tradisional Indonesia searing digantungkan pada kekuasaan Tuhan.
Bentuk – bentuk sanksi hukum adat (dahulu) dihimpun dalam Pandecten van het Adatrecht bagian X yang disebut juga dalam buku Supomo tersebut, yaitu sebagai berikut :

1.            Pengganti kerugian “immaterial” dalam pelbagai rupa seperti paksaan menikahi gadis yang                           telah dicemarkan.

2.            Bayaran “uang adat” kepada orang yang terkena, yang berupa benda yang sakti sebagai peganti               kerugian rohani.

3.            Selamatan (korban) untuk membersihkan masyarakat dari segala kotoran gaib

4.            Penutup malu, permintaan maaf

5.            Pelbagai rupa hukuman badan, hingga hukuman mati.

6.            Pengasingan dari masyarakat serta meletakkan orang diluat Tata Hukum.

MACAM MACAM DELIK

Macam-Macam Delik
Pembagian delik menurut H.A.Abu Ayyub Saleh, meliputi:
  1. Delik kejahatan adalah rumusan delik yang biasanya disebut delik hukuman, ancaman hukumannya lebih berat. 
  2. Delik pelanggaran adalah biasanya disebut delik undang-undang yang ancaman hukumannya memberi alternatif bagi setiap pelanggarnya. 
  3. Delik formil yaitu delik yang selesai, jika perbuatan yang dirumuskan dalam peraturan pidana itu telah dilakukan tanpa melihat akibatnya. Contoh: delik pencurian pasal 362 KUHP. 
  4. Delik materiil adalah jika yang dilarang itu selalu justru akibatnya yang menjadi tujuan si pembuat delik. Contoh: delik pembunuhan pasal 338, Undang-undang hukum pidana, tidak menjelaskan bagaimana cara melakukan pembunuhan, tetapi yang disyaratkan adalah akibatnya yakni adanya orang mati terbunuh, sebagai tujuan si pembuat/pelaku delik. 
  5. Delik umum adalah suatu delik yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan diberlakukan secara umum. Contoh: penerapan delik kejahatan dalam buku II KUHP, misalnya delik pembunuhan pasal 338 KUHP. 
  6. Delik khusus atau tindak pidana khusus hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu dalam kualitas tertentu, misalnya tindak pidana korupsi, ekonomi, subversi dan lain-lain. 
  7. Delik biasa adalah terjadinya suatu perbuatan yang tidak perlu ada pengaduan, tetapi justru laporan atau karena kewajiban aparat negara untuk melakukan tindakan. 
  8. Delik dolus adalah suatu delik yang dirumuskan dilakukan dengan sengaja. Contoh: pasal-pasal pembunuhan, penganiayaan dan lain-lain. 
  9. Delik kulpa yakni perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaiannya, kealpaannya atau kurang hati-hatinya atau karena salahnya seseorang yang mengakibatkan orang lain menjadi korban. Contoh: seorang sopir yang menabrak pejalan kaki, karena kurang hati-hati menjalankan kendaraannya. 
  10. Delik berkualifikasi adalah penerapan delik yang diperberat karena suatu keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu. Contoh: pasal 363 KUHP, pencurian yang dilakukan pada waktu malam, atau mencuri hewan atau dilakukan pada saat terjadi bencana alam dan lain-lain, keadaan yang menyertainya itulah yang memberiatkan sebagai delik pencurian yang berkualifikasi. 
  11. Delik sederhana adalah suatu delik yang berbentuk biasa tanpa unsur dan keadaan yang memberatkan. Contoh: pasal 362 KUHP tentang delik pencurian biasa. 
  12. Delik berdiri sendiri (Zelfstanding Delict) adalah terjadinya delik hanya satu perbuatan saja tanpa ada kelanjutan perbuatan tersebut dan tidak ada perbuatan lain lagi. Contoh: seseorang masuk dalam rumah langsung membunuh, tidak mencuri dan memperkosa. 
  13. Delik berlanjut (Voortgezettelijke Handeling) adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara berlanjut, sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan yang dilanjutkan. 
  14. Delik komisionis adalah delik yang karena rumusan Undang-undang bersifat larangan untuk dilakukan.  Contoh: perbuatan mencuri, yang dilarang adalah mencuri atau mengambil barang orang lain secara tidak sah diatur dalam Pasal 362 KUHP. 
  15. Delik omisionis adalah delik yang mengetahui ada komplotan jahat tetapi orang itu tidak melaporkan kepada yang berwajib, maka dikenakan Pasal 164 KUHP, jadi sama dengan mengabaikan suatu keharusan. 
  16. Delik aduan adalah delik yang dapat dilakukan penuntutan delik sebagai syarat penyidikan dan penuntutan apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan/korban. Contoh: pencurian keluarga pasal 367 KUHP, delik penghinaan pasal 310 KUHP, delik perzinahan pasal 284 KUHP.

Macam Macam Delik



Macam-Macam Delik
Pembagian delik menurut H.A.Abu Ayyub Saleh, meliputi:
  1. Delik kejahatan adalah rumusan delik yang biasanya disebut delik hukuman, ancaman hukumannya lebih berat. 
  2. Delik pelanggaran adalah biasanya disebut delik undang-undang yang ancaman hukumannya memberi alternatif bagi setiap pelanggarnya. 
  3. Delik formil yaitu delik yang selesai, jika perbuatan yang dirumuskan dalam peraturan pidana itu telah dilakukan tanpa melihat akibatnya. Contoh: delik pencurian pasal 362 KUHP. 
  4. Delik materiil adalah jika yang dilarang itu selalu justru akibatnya yang menjadi tujuan si pembuat delik. Contoh: delik pembunuhan pasal 338, Undang-undang hukum pidana, tidak menjelaskan bagaimana cara melakukan pembunuhan, tetapi yang disyaratkan adalah akibatnya yakni adanya orang mati terbunuh, sebagai tujuan si pembuat/pelaku delik. 
  5. Delik umum adalah suatu delik yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan diberlakukan secara umum. Contoh: penerapan delik kejahatan dalam buku II KUHP, misalnya delik pembunuhan pasal 338 KUHP. 
  6. Delik khusus atau tindak pidana khusus hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu dalam kualitas tertentu, misalnya tindak pidana korupsi, ekonomi, subversi dan lain-lain. 
  7. Delik biasa adalah terjadinya suatu perbuatan yang tidak perlu ada pengaduan, tetapi justru laporan atau karena kewajiban aparat negara untuk melakukan tindakan. 
  8. Delik dolus adalah suatu delik yang dirumuskan dilakukan dengan sengaja. Contoh: pasal-pasal pembunuhan, penganiayaan dan lain-lain. 
  9. Delik kulpa yakni perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaiannya, kealpaannya atau kurang hati-hatinya atau karena salahnya seseorang yang mengakibatkan orang lain menjadi korban. Contoh: seorang sopir yang menabrak pejalan kaki, karena kurang hati-hati menjalankan kendaraannya. 
  10. Delik berkualifikasi adalah penerapan delik yang diperberat karena suatu keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu. Contoh: pasal 363 KUHP, pencurian yang dilakukan pada waktu malam, atau mencuri hewan atau dilakukan pada saat terjadi bencana alam dan lain-lain, keadaan yang menyertainya itulah yang memberiatkan sebagai delik pencurian yang berkualifikasi. 
  11. Delik sederhana adalah suatu delik yang berbentuk biasa tanpa unsur dan keadaan yang memberatkan. Contoh: pasal 362 KUHP tentang delik pencurian biasa. 
  12. Delik berdiri sendiri (Zelfstanding Delict) adalah terjadinya delik hanya satu perbuatan saja tanpa ada kelanjutan perbuatan tersebut dan tidak ada perbuatan lain lagi. Contoh: seseorang masuk dalam rumah langsung membunuh, tidak mencuri dan memperkosa. 
  13. Delik berlanjut (Voortgezettelijke Handeling) adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara berlanjut, sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan yang dilanjutkan. 
  14. Delik komisionis adalah delik yang karena rumusan Undang-undang bersifat larangan untuk dilakukan.  Contoh: perbuatan mencuri, yang dilarang adalah mencuri atau mengambil barang orang lain secara tidak sah diatur dalam Pasal 362 KUHP. 
  15. Delik omisionis adalah delik yang mengetahui ada komplotan jahat tetapi orang itu tidak melaporkan kepada yang berwajib, maka dikenakan Pasal 164 KUHP, jadi sama dengan mengabaikan suatu keharusan. 
  16. Delik aduan adalah delik yang dapat dilakukan penuntutan delik sebagai syarat penyidikan dan penuntutan apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan/korban. Contoh: pencurian keluarga pasal 367 KUHP, delik penghinaan pasal 310 KUHP, delik perzinahan pasal 284 KUHP.